Senin, 31 Mei 2010

We Don't Know

Hampir seminggu yang lalu saya melakukan satu perjalanan. Perjalanan yang sangat menguras tenaga fisik. Perjalanan selama satu hari satu malam berjalan melewati jarak sekitar 3000-an mdpl sambil memikul beban dan melawan lelah cuma demi satu hal yaitu, kepuasan dan harga diri. Mungkin orang lain yang tidak sepaham dengan saya akan mengatakan kalau apa yang saya lakukan adalah pekerjaan nekat yang menantang bahaya atau malah mengatai saya kurang kerjaan. Hanya demi kepuasaan dan harga diri saya rela mendekatkan diri dengan bahaya dan memaksa tubuh bekerja sampai batas kemampuannya.

Kalian tahu saya tidak menyalahkan orang-orang yang berpikiran begitu. Mereka benar kenapa saya begitu bodoh memaksa diri saya keluar dari situasi yang nyaman kemudian menghantam tubuh saya dengan aktifitas yang tidak biasa. Mereka sepenuhnya benar. Kita manusia adalah makhluk yang selalu mengejar rasa aman saya tahu itu karena itu lah yang saya pelajari sehari-hari. Saya pun berpikiran seperti itu. Tapi apakah mereka yang punya sudut pandang seperti itu pernah berpikir bahwa manusia seperti saya, seperti anda, dan seperti mereka hanyalah satu bagian kecil dari dunia yang tak terhingga luasnya ini. Pernahkah terpikirkan oleh kita semua bahwa kenyamanan yang kita tinggali atau yang menjadi sahabat akrab kita sekarang ini perlahan-lahan bisa membunuh kita. Membunuh pikiran kita, hingga kita menjadi manusia yang berpikir hanya berdasarkan subjektivitas, hanya berdasarkan apa yang menurut kita benar, menjadi manusia yang hanya menilai segala sesuatu disekitar kita hanya berdasarkan perspektif kita sendiri, perspektif dangkal yang berlandaskan pada "SAYA-SENTRIS".

Perjalanan yang saya lakukan penuh dengan kejutan bagi saya. Perjalanan ini lah yang telah membunuh kenyamanan yang saya miliki. Dengan menyakitkan telah menusuk diri saya yang selama ini berpegang pada pola pikir "SAYA-SENTRIS" tadi. Saya, anda, dan mereka ternyata sudah terlalu mengagungkan kenyamanan sehingga kita takut untuk keluar dari zona yang nyaman tersebut. Kemudian kita mengatakan kalu semua yang membuat kita tidak nyaman itu sebagai sesuatu yang salah padahal ketika kita menganggap sesuatu salah itu hanyalah bentuk dari ketakutan kita bahwa sesuatu yang salah itu akan mengganggu kenyamanan kita sendiri. Saya, anda, dan mereka takut untuk mengakui bahwa tidak ada yang salah, yang kita anggap salah itu hanyalah sesuatu yang berbeda. Kita seperti sekelompok manusia yang terperangkap dalam sebuah goa gelap, dimana goa itu yang hanya punya satu sumber api sebagai penerangnya yang bahkan tidak sanggup menerangi seluruh goa itu sehingga sekelompok orang tersebut tidak bisa melihat sekelilingnya bahkan untuk melihat bayangan sendiri saja susah. Dan ketika ada seorang anak dari kelompok tersebut yang ingin keluar dari goa tersebut maka yang lain langsung meniliai dan mencemooh anak itu sebagai orang gila. Kita seperti sekelompok orang tersebut, kita menganggap kita mengenal diri sendiri dan kita menganggap kita tahu tentang hal yang orang lain tidak tahu dan kita merasa nyaman bahkan jumawa akan keadaan yang seperti itu, maka ketika ada yang berbeda dari pemikiran kita kita seenaknya menilai itu adalah salah atau kita akan menyalahkan orang lain karena berbeda dari pikiran kita dari apa yang kita tahu.

Yang kita tahu adalah kita tahu segalanya tentang dunia dan dunia itu harus menyesuaikan diri dengan apa yang kita inginkan. Tapi bagaimana kalau sebenarnya kita itu tidak tahu apa-apa, kita hanya sok tahu berlagak seakan-akan kita tahu. Ketika akhir perjalanan itu saya jatuh kedalam lubang yang sangat dalam dan sangat mengerikan. Menyadari bahwa saya ternyata hanyalah satu bagian kecil dari dunia. menyadari bahwa saya sebenarnya adalah manusia yang sudah terlalu akrab dengan kenyamanan sehingga saya lupa akan keberadaan subjek lain disekitar saya, menyadari bahwa saya adalah manusia "saya-sentris" yang seenaknya menilai apa yang ada disekeliling saya berdasarkan perspektif dangkal subjektivitas seenaknya menilai saya benar dan orang lain salah. Bagian paling menyakitkan dari jatuh kedalam lubang itu adalah menyadari bahwa sebenarnya saya adalah manusia bodoh yang tidak tahu apa-apa. Saya terlalu menganggap bahwa saya tahu banyak hal dan terlalu berharap untuk dihargai karena apa yang saya tahu, padahal saya sebenarnya adalah orang yang tidak tahu bahwa saya tidak tahu. Berdiri di satu titik kecil dan melihat betapa lebarnya dunia ini telah meruntuhkan diri saya yang sombong, dinding kesombongan itu runtuh hanya karena satu fakta bahwa apa yang saya tahu adalah apa yang saya tidak tahu dan saya adalah orang yang tidak tahu.

2 komentar: